
Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana dengan delegasi terdiri dari Rektor UBK, Dr. apt. Entris Sutrino, MH.Kes.; Dekan FF, Dr. apt. Agus Sulaeman, M.Si.; Kaprodi Pendidikan Profesi Apoteker, Dr. apt. Widhya Aligita, M.Si.; Kaprodi S1 Farmasi, apt. Lia Marliani, M.Si. ikut serta dalam kegiatan Seminar Nasional, Presentasi Ilmiah, Workshop, dan Rapat Anggota Tahunan Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung di Ballroom Grand Qin Hotel Banjarbaru, tanggal 30-31 Oktober 2025 dan mengusung tema “Harmonisasi Kurikulum, Akreditasi, dan Teknologi dalam Pendidikan Farmasi untuk Meningkatkan Daya Saing Global”, diikuti 303 peserta dari berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan institusi pendidikan farmasi di Indonesia. Melalui forum ini, perguruan tinggi yang tergabung dalam APTFI dapat berbagi ilmu, hasil riset, dan pengalaman.
Dr. Fauzan Adziman, S.T., M.Eng. selaku Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemdiktisaintek. serta Prof Dr apt Yandi Syukri M.Si selaku Ketua APTFI dan Guru Besar Universitas Islam Indonesia hadir sebagai Keynote speaker. Sementara plenary speaker yang terdiri atas Prof. apt. Junaidi Khotib M.Kes, Ph.D (Sekretaris Ditjen Riset dan Pengembangan), Prof. I Ketut Adnyana, M.Si, Ph.D (Direktur PPM Kemendiktisaintek), dan Prof Dr. apt. Daryono Hadi Tjahjono, M.Sc., Eng. (Guru Besar ITB).
Dalam kegiatan ini juga berlangsung diskusi mendalam dengan fokus utama adalah menata masa depan Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia melalui “Gerak Cepat” yang melibatkan harmonisasi kurikulum, penerapan Outcome-Based Education (OBE), dan akselerasi akreditasi nasional maupun internasional. Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) dan pemangku kepentingan kunci lainnya menyerukan perlunya reformasi fundamental dan cepat dalam Pendidikan Tinggi Farmasi (PTF) di Indonesia. Seruan ini merupakan bagian dari upaya besar untuk menata masa depan PTF agar mampu mewujudkan Indonesia Sehat yang Berdaulat. Pihak yang menjadi sasaran dan mitra utama transformasi ini adalah penyelenggara S1 Farmasi yang berjumlah 272 dan penyelenggara PSPPA sebanyak 95, serta seluruh anggota APTFI yang berjumlah 266. Tujuan akhir dari transformasi ini adalah membentuk Apoteker Indonesia 2045 yang memiliki profil lulusan multidimensi seperti :
- The Care Provider (Pemberi layanan klinis yang kompeten dan berempati).
 - The Innovator & Researcher (Mampu mengembangkan obat baru dari biodiversitas Indonesia).
 - The Data Scientist (Ahli yang menganalisis real-world evidence dan data kesehatan).
 - The Entrepreneur & Leader (Pelaku usaha health-tech dan pemimpin kebijakan).
 - The Guardian of Local Wisdom (Menjembatani keilmuan modern dengan saintifikasi jamu dan herbal Nusantara)..
 
Transformasi ini dianggap mendesak karena adanya kesenjangan yang signifikan antara kondisi PTF saat ini dengan tuntutan masa depan. Strategi transformasi pendidikan farmasi tersebut dibagi menjadi empat pilar utama, yaitu
Pilar 1: Kurikulum yang Hidup dan Lincah: Kurikulum harus mengadopsi micro-credentials dan stackable modules agar mahasiswa dapat merakit kompetensi sesuai minat. Selain itu, Data Science, AI dalam Farmasi, dan Dasar-dasar Pemrograman wajib diintegrasikan sebagai mata kuliah inti.
Pilar 2: Pembelajaran Experiental: Metode pembelajaran harus beralih dari dominasi ceramah menjadi studi kasus nyata (Case-Based Learning), penggunaan Immersive Experience (VR/AR) untuk simulasi, dan Proyek Bersama Industri (Industry Immersion Program).
Pilar 3: Kolaborasi Segitiga Emas yang Sinergis: Mendorong kolaborasi strategis dengan Industri (co-development kurikulum, riset bersama), Pemerintah/BPOM (penyusunan kebijakan inovasi seperti regulatory sandbox), dan Masyarakat & Profesi (KKN Tematik fokus edukasi kesehatan).
Pilar 4: Membangun Kedaulatan Berbasis Kearifan Lokal: Menjadikan Saintifikasi Jamu sebagai core competency dan diferensiasi pendidikan farmasi Indonesia, serta membangun rantai riset From Forest to Pharmacy.
Keempat pilar ini didukung oleh implementasi Outcome-Based Education (OBE). Pendidikan tinggi didorong untuk menerapkan OBE, di mana fokus pembelajaran diorganisir di sekitar hasil akhir yang esensial agar mahasiswa berhasil menjalankan peran nyata dalam kehidupan setelah lulus. Implementasi OBE memerlukan restrukturisasi sistem, prosedur pembelajaran, dan metode penilaian untuk memfasilitasi pencapaian hasil tersebut. Dalam konteks OBE, konsep Continuous Quality Improvement (CQI) adalah inti dari akreditasi dan peningkatan mutu.
Secara statistik, per April 2025, dari 275 Program Studi Sarjana Farmasi, 11,64% (32 prodi) telah meraih status Unggul (termasuk yang telah terakreditasi/tersertifikasi internasional), dan 26,37% (24 prodi) Program Studi Profesi Apoteker (PSPPA) telah meraih status Unggul.
Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) telah bertransformasi, beralih dari 7 standar (2014-2019) dan 9 kriteria (2020-2024) menuju 8 Kriteria di tahun 2025. Akselerasi akreditasi internasional juga menjadi prioritas, dengan LAM-PTKes telah diakui oleh WFME dan APQR, dan mulai menawarkan layanan akreditasi internasional untuk Pendidikan Farmasi pada tahun 2024. Akreditasi internasional memberikan sinyal kualitas kepada calon mahasiswa, pemberi kerja, dan memfasilitasi akses ke jaringan global.
– Lia Marliani









